Menjelang dinihari pengarang itu mati. Kepalanya
terkulai di atas meja, batuknya serasa masih
menggema, sementara rokok yang belum habis
dihisapnya masih menyala di atas asbak. Tubuhnya
babak belur sehabis semalaman duel seru melawan
komplotan kata: duel satu lawan satu maupun satu
lawan dua, lima, sepuluh, pokoknya banyak. Di layar
komputernya tertera tulisan: Kutunggu lagi kalian
besok malam. Boleh satu lawan satu, boleh keroyokan.
Besoknya ia datang lagi ke gelanggang. Ia pikir malam
itu ia akan berhadapan dengan komplotan kata yang
lebih tangguh. Ternyata cuma ditantang sebuah koma
yang berani-beraninya muncul sendirian. Ah, itu sih
kecil. Sekali pukul saja pasti terpental.
Ia salah duga. Koma ternyata sangat perkasa. Sudah
bertarung semalam suntuk, belum juga ia takluk. Malah
makin mbeling saja. Bukan main cerdiknya. "Belajar
silat di mana, dik? Di sekolah ya?" tanya pengarang.
"Ah, tidak. Saya otodidak saja," jawab koma.
Antara mabuk dan mengantuk, pengarang berusaha
keras mengeluarkan jurus-jurus jitu untuk
melumpuhkan koma. Sebab hanya yang mampu
menguasai koma yang layak menyebut diri jagoan.
Dan tahukah, pengarang, koma pula yang setia
menungguimu saat kau mati menjelang dinihari?
Ketika pengarang terbangun dari mati, koma memberi
kabar bahwa judul sedang sakit sehingga tidak bisa
datang. "Dia memang tidak tahan banting. Manja,"
ujarnya. "Lantas siapa yang menggantikannya?"
timpal pengarang. "Saya!" kata koma.
(2003)
terkulai di atas meja, batuknya serasa masih
menggema, sementara rokok yang belum habis
dihisapnya masih menyala di atas asbak. Tubuhnya
babak belur sehabis semalaman duel seru melawan
komplotan kata: duel satu lawan satu maupun satu
lawan dua, lima, sepuluh, pokoknya banyak. Di layar
komputernya tertera tulisan: Kutunggu lagi kalian
besok malam. Boleh satu lawan satu, boleh keroyokan.
Besoknya ia datang lagi ke gelanggang. Ia pikir malam
itu ia akan berhadapan dengan komplotan kata yang
lebih tangguh. Ternyata cuma ditantang sebuah koma
yang berani-beraninya muncul sendirian. Ah, itu sih
kecil. Sekali pukul saja pasti terpental.
Ia salah duga. Koma ternyata sangat perkasa. Sudah
bertarung semalam suntuk, belum juga ia takluk. Malah
makin mbeling saja. Bukan main cerdiknya. "Belajar
silat di mana, dik? Di sekolah ya?" tanya pengarang.
"Ah, tidak. Saya otodidak saja," jawab koma.
Antara mabuk dan mengantuk, pengarang berusaha
keras mengeluarkan jurus-jurus jitu untuk
melumpuhkan koma. Sebab hanya yang mampu
menguasai koma yang layak menyebut diri jagoan.
Dan tahukah, pengarang, koma pula yang setia
menungguimu saat kau mati menjelang dinihari?
Ketika pengarang terbangun dari mati, koma memberi
kabar bahwa judul sedang sakit sehingga tidak bisa
datang. "Dia memang tidak tahan banting. Manja,"
ujarnya. "Lantas siapa yang menggantikannya?"
timpal pengarang. "Saya!" kata koma.
(2003)