Puisi Penjual Kalender Karya Joko Pinurbo

Pawai tahun baru baru saja dibubarkan sepi.
Sisa suara terompet berceceran, sebentar lagi basi.
Lelaki tua berulang kali menghitung receh di tangan,
barang dagangannya sedikit sekali terbeli.
“Makin lama waktu makin tidak laku,” ia berkeluh sendiri.
Anaknya tertidur pulas di atas tumpukan kalender
yang sudah mereka jajakan berhari-hari.

Lelaki tua membangunkan anaknya. “Tahun baru
sudah tiba, Plato. Ayo pulang. Besok kembalikan saja
kalender-kalender ini kepada pengrajin waktu.”

Perempuan itu masih setia menanti ketika dua orang
pejuang pulang dinihari. “Selamat tahun baru, tuan-tuan!”
Tuan besar segera mampus dihajar kantuknya.
Tuan kecil segera ingin menyambung tidurnya.
Ibunya menepuk pantatnya: “Kau telah dinakali waktu,
Buyung? Kok tubuhmu terhuyung-huyung?”

Ia ibu yang pandai merawat waktu. Terberkatilah waktu.
Dengan sabar dibongkarnya tumpukan kalender itu.
Ha! Berkas-berkas kalender itu sudah kosong,
ribuan angka dan hurufnya lenyap semua. Dalam sekejap
ribuan kunang-kunang berhamburan memenuhi ruangan.

(2003)


Sumber: Baju Bulan (2013).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama