Puisi Mayat Politik Ditutupi Koran Pagi Karya Afrizal Malna

Ada orang hilang. Tapi ada orang pecah juga. Presiden di rumah sakit, tangan dan lehernya mengeluarkan gergaji. Tapi dewan perwakilan rakyat harus dibuat lagi. Seperti membuat matahari dari daun pisang.

Ada orang hilang. Tanah telah memuntahkan tubuhnya kembali. Sepatu tentara berjatuhan dari mulutnya. Ada orang hilang. Gedung parlemen berbau mayat, dapurnya juga berbau mayat. Presiden harus dibuat lagi. Kabinet harus dibuat lagi.

Tapi ada orang hilang. Matanya ditutup politik yang terbuat dari gerigi. Tanah muntah. Tak bisa lagi menumbuhkan tanaman. Ada orang pecah. Tanaman muntah. Tak bisa lagi berbuah. Hutan membakar dirinya sendiri. Bangunan membakar dirinya sendiri. Orang dibakar, terbakar. Orang diperkosa. Negeri diperkosa. Tanah diperkosa.

Ada orang hilang, aku menculik diriku sendiri. Parlemen harus dibuat. Mahasiswa menyerahkan badannya di depan tombol diktator. Ada orang hilang! Mayat gosong. Kepercayaan yang telah menyimpan mayat. Ada bahasa yang mengancam lehermu. Kepercayaan yang pecah. Anak-anak tak bisa minum susu, tak bisa sekolah. Buku-buku mahal. Padi tak berbuah lagi. Ada gunung meletus. Rakyat harus dibuat. Demo harus dibuat. Ada tempat penyiksaan. Tulang-tulang digali dari lehermu. Pintu parlemen digergaji. Ada matahari, lembut, terbuat dari daun pisang.

Kemari. Dengar. Ini negeri untukmu. jangan begitu memandangku. Aku mayat. Mayat politik Yang pernah diculik. Disiksa. Jangan menguburku seperti itu, seperti mengubur negeri ini. Jangan.

Kemari. Dengar. Ini tanganku. Masih hangat. Seperti pembalut politik untuk menutup matamu. Kemari. Mari. Masih ada seratus tahun lagi di sini, ini, di tanah ini.

(1998)


Sumber: Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing (2002).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama