Ia bangga sekali bisa memasang fotonya yang lumayan
keren di dinding ruang kerjanya, persis di bawah jam.
Berhubung ia sering melaksanakan tugas-tugas negara
di luar kantor, foto itu dianggapnya dapat mewakili
cintanya yang resmi kepada instansi yang dipimpinnya
serta pegawai-pegawainya yang patuh-setia.
Tiap hari ada saja pegawai yang datang terlambat.
Tanpa sungkan-sungkan pegawai langsung menuju ke
ruang kerjanya dan menghormat fotonya: “Maaf bos,
saya telat. Kena macet.” Pegawai yang suka ngacir lebih
dulu juga tidak malu-malu minta pamit kepada fotonya:
“Saya ijin membolos ya bos. Mau buang sebel di kafe.”
Setelah beberapa hari tidak menjenguk kantor, siang itu
ngapain bos nongol. Pura-pura tampak berwibawa, ia
meluncur ke ruang kerjanya untuk menghadap fotonya:
“Selamat siang bos. Apa kabar? Lama tidak kelihatan.”
Para pegawai berpandang-pandangan penuh keheranan.
“Foto itu sudah gila!” seru salah seorang dari mereka.
Sumber: Telepon Genggam (2003).
keren di dinding ruang kerjanya, persis di bawah jam.
Berhubung ia sering melaksanakan tugas-tugas negara
di luar kantor, foto itu dianggapnya dapat mewakili
cintanya yang resmi kepada instansi yang dipimpinnya
serta pegawai-pegawainya yang patuh-setia.
Tiap hari ada saja pegawai yang datang terlambat.
Tanpa sungkan-sungkan pegawai langsung menuju ke
ruang kerjanya dan menghormat fotonya: “Maaf bos,
saya telat. Kena macet.” Pegawai yang suka ngacir lebih
dulu juga tidak malu-malu minta pamit kepada fotonya:
“Saya ijin membolos ya bos. Mau buang sebel di kafe.”
Setelah beberapa hari tidak menjenguk kantor, siang itu
ngapain bos nongol. Pura-pura tampak berwibawa, ia
meluncur ke ruang kerjanya untuk menghadap fotonya:
“Selamat siang bos. Apa kabar? Lama tidak kelihatan.”
Para pegawai berpandang-pandangan penuh keheranan.
“Foto itu sudah gila!” seru salah seorang dari mereka.
Sumber: Telepon Genggam (2003).