Puisi Sudah Saatnya Karya Joko Pinurbo

Sudah saatnya jam yang rusak diperbaiki. Kita pergi ke
bengkel jam dan kepada pak tua penggemar jam kita
meminta, “Tolong ya betulkan jam pikun ini. Jarumnya
sering maju-mundur, bunyinya sering ngawur”. Semoga
tukang bikin betul jam tahu bahwa ia sedang berurusan
dengan penggemar waktu.

***

Sudah saatnya kita periksa mata. Kepada dokter mata
kita bertanya, “Ada apa ya dengan mata saya, kok sering
terbalik: tidak melihat yang kelihatan, malah melihat
yang tak kelihatan?” Mudah-mudahan dokter mata
paham: ya memang begitulah jika mata kita pejamkan.

***

Sudah saatnya celana yang koyak direparasi, pantat yang
congkak didisiplinkan lagi. Kita temui ahli filsafat
celana, kita tanyakan, “Mengapa celana dan pantat
sering tidak dapat bekerja sama; ada kalanya celana
bikin eksis pantat, ada kalanya pantat benci celana?”
Dapat diduga bahwa jawabannya tidak terduga,
misalnya: “Kita perlu menciptakan situasi nircelana.”

***

Sudah saatnya jiwa yang janggal diselidiki. Kita
konsultasi ke pakar psikologi: “Saya bingung. Saya
sering mengalami situasi di mana saya tidak tahu pasti
apakah sedang berada di masa lalu, masa depan atau
masa kini. Tapi saya masih waras. Sungguh. Awas kalau
berani menganggap saya gila.” Jika ia memang ahli,
seharusnya ia mengerti: ya begitulah jika tubuh kena
teluh puisi.”

***

Sudah saatnya kata-kata yang mandul kita hamili; yang
pesolek ngapain dicolek, toh lama-lama kehabisan
molek. Sudah saatnya kata-kata yang lapuk diberi
birahi. Supaya sepi bertunas kembali, supaya tumbuh dan
berbuah lagi.


Sumber: Telepon Genggam (2003).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama