"Neng geulis" orang memanggilnya
Gadis ayu pemikat hati lelaki
Dulu kau pernah berkata padaku "kita semua cantik"
kita semua cantik?
Giginya rapi
Langkah kakinya penuh keyakinan
Berjalan dengan dagu terangkat
Senyumnya manis, semut menghampirinya
Dialah piala yang lelaki kejar
Semua kemolekan ia dapatkan
Semua hadiah ia terima
Semua sanjung telah ia dengar
Semua yang kuinginkan ia miliki
Menatap cerminan diriku
Seluruh dirinya keinginanku
Dari ujung kepala hingga jari kakinya
Dari segala masalah yang dialaminya
Aku ingin menjelma jadinya
Mengapa parasmu begitu sempurna mentari?
Mengapa kau memegang impianku?
Mengapa satu-satunya cinta yang kuinginkan memalingkan wajahnya karena kedipan matamu?
Cintaku kuluapkan pada keranjang hatimu
Ku takkan menjadi aku jika tidak mencintaimu
Dalam sekejap hatinya terpikat
Ia dibohongi oleh pesona
Gadis itu pembunuh berantai, membunuh perempuan yang telah jatuh cinta
Ia merampas, memikat, menjebak
Namun siapakah aku untuk murka?
Air mata mendidih pun takkan membuatmu menjadi milikku
Cintaku itu kau, hai pangeran malam
Kau terus berlari mengejar matahari
Oh tentu dia memberi kau cahaya harapan
Tetapi bahkan jika dia menyukaimu, aku mencintaimu
Bintang kecil serpihan senja
Tak sadar ada yang mengucap permintaan melihat sinarnya
Kapan ku kan menang dalam pertarungan hantu ini
Bunga desa nan jelita, menyelipkan rambut di belakang telinga
Bahkan jika aku mawar tercantik di taman, itu semua sia-sia karena kau menyukai bunga matahari
Maka terpaksa jiwaku menutup kejujuran
Kupasang topeng senyuman tuk secercah harapan
Segenap gerak-gerikmu telah kutiru
Apakah yang kurang dariku?
Berlapis muka telah kupasang
Tak kusadari adanya yang mencintai
(Jakarta, 2025)
Sumber: Puisi kiriman Nathania Amy Hosiana melalui email 21 November 2025.
Gadis ayu pemikat hati lelaki
Dulu kau pernah berkata padaku "kita semua cantik"
kita semua cantik?
Giginya rapi
Langkah kakinya penuh keyakinan
Berjalan dengan dagu terangkat
Senyumnya manis, semut menghampirinya
Dialah piala yang lelaki kejar
Semua kemolekan ia dapatkan
Semua hadiah ia terima
Semua sanjung telah ia dengar
Semua yang kuinginkan ia miliki
Menatap cerminan diriku
Seluruh dirinya keinginanku
Dari ujung kepala hingga jari kakinya
Dari segala masalah yang dialaminya
Aku ingin menjelma jadinya
Mengapa parasmu begitu sempurna mentari?
Mengapa kau memegang impianku?
Mengapa satu-satunya cinta yang kuinginkan memalingkan wajahnya karena kedipan matamu?
Cintaku kuluapkan pada keranjang hatimu
Ku takkan menjadi aku jika tidak mencintaimu
Dalam sekejap hatinya terpikat
Ia dibohongi oleh pesona
Gadis itu pembunuh berantai, membunuh perempuan yang telah jatuh cinta
Ia merampas, memikat, menjebak
Namun siapakah aku untuk murka?
Air mata mendidih pun takkan membuatmu menjadi milikku
Cintaku itu kau, hai pangeran malam
Kau terus berlari mengejar matahari
Oh tentu dia memberi kau cahaya harapan
Tetapi bahkan jika dia menyukaimu, aku mencintaimu
Bintang kecil serpihan senja
Tak sadar ada yang mengucap permintaan melihat sinarnya
Kapan ku kan menang dalam pertarungan hantu ini
Bunga desa nan jelita, menyelipkan rambut di belakang telinga
Bahkan jika aku mawar tercantik di taman, itu semua sia-sia karena kau menyukai bunga matahari
Maka terpaksa jiwaku menutup kejujuran
Kupasang topeng senyuman tuk secercah harapan
Segenap gerak-gerikmu telah kutiru
Apakah yang kurang dariku?
Berlapis muka telah kupasang
Tak kusadari adanya yang mencintai
(Jakarta, 2025)
Sumber: Puisi kiriman Nathania Amy Hosiana melalui email 21 November 2025.