Puisi VOC Karya Taufiq Ismail

Melintas di Rijswijk dalam lompatan kuantum serasa
Siapa bila yang menetapkan nama rentang ini Djalan Segara
Dalam lalu lintas antara sepenuh warna dan gambar sepia
Tersebutlah VOC yang tidak semata singkatan nama
Vereenigde Oost Indische Compagnie. Dari abad lama
Simakkan telinga derap kereta kuda di jalan berbatu kota Batavia
Beralih tiba-tiba adegan kemacetan kendara di Jakarta Kota
Kantor VOC arsitektur Eropa begitu kukuh dahulu kala
Pelahan fade in berubah rupa jadi Bina Graha
Dengan konstruksi sebuah republik khatulistiwa
Tampak depan kantor dagang kekar bentuknya
Tampak dalam kukuh formasi serta fondasinya

Lalu elang laut melayang dari muara sungai ke pelabuhan
Dan kawanan unggas berhinggapan dari hutan ke perkebunan
Nyanyian perdagangan, reglement, di belakangnya popor senapan
Semua hasil bumi, rempah dan belasting dihisap ke pusat di Batavia
Berkat raja-raja Jawa, kapiten Cina serta centeng kota dan desa
Sesudah ditabuh genderang perdagangan sebagai panglima
Dan politik jadi hulubalang pengawal sangat setia
Kalam berdawat mencatat kolom kiri-kanan dan jelas saldonya
Kapal laut layar-banyak, memuat jarahan menyeberang samudera
Abad lewat abad, bangunan demikian kokoh ajaib roboh
Keropos di dalam, tipu-menipu, saling mencopet sesama Belanda

Elang laut lihatlah kembali melayang dari muara sungai ke pelabuhan
Kawanan unggas berhinggapan dari hutan ke perkebunan
Belibis tegak-tegak di kawasan kilang minyak, putih sangat bulunya
Semua hasil bumi, tambang dan pajak dihisap ke pusat di Jakarta
Lintah raksasa saksikan berdenyut-denyut sedotan darahnya
Daerah asal dibagi hasil seujung jari kelingking kaki kirinya
Bina Graha yang bakhil kedekut, puncak tamak gurita loba
Kuasa Raja Jawa, juragan Cina, bisnismen bermacam bangsa
Maskapai seribu-muka spesialis dalam mematok tarifnya
Nyanyian perdagangan dan regulasi dipahatkan di popor senapan
Excel mencatat setiap fluktuasi harga dan jelas gergasi labanya
Lewat jaringan saiber jarahan melesat pindah tak tampak mata
Bertalu ditabuh genderang perdagangan sebagai panglima
Dan politik jadi hulubalang pengawal sangat setia

Dekad lewat dekad, bangunan demikian kokoh ajaib roboh
Keropos di dalam, tipu-menipu, hutang menggunung tanpa malu
Kantor abad lama VOC pindah ke abad baru Bina Graha
Kendali politik negara berbanding lurus kalkulasi bunyi sipoa
Tak peduli gulden namanya atau pula sebutlah rupiah
Belanda kah Melayu kah, bila berkuasa sama payah serakah
Di depan gardu seorang pejalan kaki lihatlah dia meludah.

(1998)


Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2000).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama