kita melaju
searah jalanan yang kian mendebarkan
gerimis tak lagi dingin
bara cinta masih menghangati jiwa
meski tak sepenuhnya kita pahami
Gunung Agung menerka setiap detak di nadi
mengurai detik demi detik yang telah lewat
dewa-dewi terlelap di lipatan selimut kabut
gemuruh laut Tulamben
seperti menggumamkan asmarandana
kita melaju
karang-karang lahar beku
dan pepohonan hijau
begitu sumringah
hari yang lelah
kini merekah
namun,
entah tiba dimana kita
kekasih, apa yang kau lamunkan?
mungkin, jalan yang kita tempuh
tak semudah waktu dulu
mungkin, jalanan ini
akan bermuara di hati yang kelu
ah, kau yang melamun,
uap garam membelai hitam rambutmu
pucuk-pucuk ilalang riang
menerbangkan bunga-bunga putihnya
namun, kau selalu merasa
kehilangan separuh hatimu
ada saat kita mesti rela
membuka jiwa
menerima rahasia semesta
ikhlas melepas
segala yang telah jadi tilas
sejauh perjalanan
mungkin tak terhitung
berapa tikungan telah kita lewati
berapa debar masih tersisa
berapa lubang telah buat kita oleng
berapa tanjakan bikin kita mengeluh
terkadang menjerit gemas
melepas hasrat yang mencemaskan
saat menuruni lembah curam
yang begitu rawan...begitu rawan...
ah, jalanan ini
telah menjebak kita
memeram kisah demi kisah
kenang sepanjang kenang
(Karangasem-Buleleng PP, 10 Oktober 2010)
Sumber: "Puisi: Interlude Perjalanan (Karya Wayan Jengki Sunarta)", https://www.sepenuhnya.com/2020/01/puisi-interlude-perjalanan.html
searah jalanan yang kian mendebarkan
gerimis tak lagi dingin
bara cinta masih menghangati jiwa
meski tak sepenuhnya kita pahami
Gunung Agung menerka setiap detak di nadi
mengurai detik demi detik yang telah lewat
dewa-dewi terlelap di lipatan selimut kabut
gemuruh laut Tulamben
seperti menggumamkan asmarandana
kita melaju
karang-karang lahar beku
dan pepohonan hijau
begitu sumringah
hari yang lelah
kini merekah
namun,
entah tiba dimana kita
kekasih, apa yang kau lamunkan?
mungkin, jalan yang kita tempuh
tak semudah waktu dulu
mungkin, jalanan ini
akan bermuara di hati yang kelu
ah, kau yang melamun,
uap garam membelai hitam rambutmu
pucuk-pucuk ilalang riang
menerbangkan bunga-bunga putihnya
namun, kau selalu merasa
kehilangan separuh hatimu
ada saat kita mesti rela
membuka jiwa
menerima rahasia semesta
ikhlas melepas
segala yang telah jadi tilas
sejauh perjalanan
mungkin tak terhitung
berapa tikungan telah kita lewati
berapa debar masih tersisa
berapa lubang telah buat kita oleng
berapa tanjakan bikin kita mengeluh
terkadang menjerit gemas
melepas hasrat yang mencemaskan
saat menuruni lembah curam
yang begitu rawan...begitu rawan...
ah, jalanan ini
telah menjebak kita
memeram kisah demi kisah
kenang sepanjang kenang
(Karangasem-Buleleng PP, 10 Oktober 2010)
Sumber: "Puisi: Interlude Perjalanan (Karya Wayan Jengki Sunarta)", https://www.sepenuhnya.com/2020/01/puisi-interlude-perjalanan.html