Puisi Aku Menunggu di Kantukmu Karya M. Aan Mansyur

Baik di dalam maupun di luar sajak
ini, kau adalah tragedi yang kubaca
berulang kali dari halaman terakhir
hingga kata pertama.

Sekarang – tidak mau kudengar
musim hujan kausebut puisi seperti
remaja patah hati – ingin kutulis di
keningmu sesuatu yang hangat dan
sudah lama kauingkari. Aku rindu
melihat tubuhmu jadi ruang pamer
benda-benda yang tidak bisa
disaksikan orang lain.

Aku mencintaimu seperti televisi
tua di gudang nenekmu yang
terbakar. Cuma satu kanal dan
tidak pakai remot kontrol.

Kausadari diam-diam. Kau tidak
pernah tampak cantik di internet
atau di jalan-jalan yang terbuat dari
iklan dan kemacetan dan korupsi.
Kau hanya bisa melakukannya di
kamar tidurmu atau di tidurmu
atau di mimpi-mimpimu tentang
harilalu. Ketika sendiri.
Kantuk yang kauabaikan;
(1) kelelahan oleh ulah tanggung
jawab yang pura-pura kautunaikan,
(2) kesedihan karena kau selalu
gagal jadi perayaan, (3) kesepian
yang tidak mampu disembuhkan
riuh dunia, (4) kecemasan yang
kaurahasiakan dengan senyum
lebih menyerupai mata pisau.

Berhentilah. Sejenak saja.

Di ujung sajak ini, kusiapkan
sebotol obat tidur dan segelas
kopi untuk kauberi pertanyaan.


Sumber: TribunNews, https://jateng.tribunnews.com/2022/09/11/puisi-aan-mansyur-aku-menunggu-di-kantukmu.
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama