Puisi Lebaran Kali Ini Karya Fiersa Besari

Suasana meriah menyambut ketukanku di pintu depan.
Pelukan hangat, sapa dan tawa, menyertaiku masuk ke dalam rumah.
Sosok-sosok yang sudah lama tidak kulihat, berkumpul di satu ruang.
Banyak wajah baru, mungil, mencium tanganku.
"Ini paman kalian", jelas ayah dan bunda mereka.
Ah, tidak terasa, kami sudah setua ini.
Dan konyolnya, ketika para sepupu sudah punya anak, aku masih saja mencari jawaban dari pertanyaan, "Kapan nikah?"
Itu pula yang membuatku kurang suka berkumpul dengan keluarga besar.
Terasa canggung dan asing, dengan tanya jawab yang sama, dari tahun ke tahun.
Biasanya, setelah bersalaman, aku lebih memilih untuk duduk di pojok ruangan, bermain dengan hp, menjauhi suara om dan tante yang asyik membahas gosip juga politik.
Tapi, kali ini, ada hal lain yang kusadari, hal yang tiba-tiba membuat dadaku terasa kosong.
Ruang keluarga memang dipenuhi wajah-wajah baru, tapi di saat sama, banyak wajah lama yang sudah tidak lagi bersama kami.
Riuh pun mereda ketika salah satu saudara memulai doa.
Terpanjat untuk mereka yang telah berpulang.
Untuk kakek, nenek, beberapa paman dan tante, serta ayahku.
Aku menyadari sesuatu, kenapa ingar bingar lebaran tetap saja terasa sunyi:
Banyak suara yang kurindukan, tidak bisa lagi kudengarkan.
Kutarik napas dalam-dalam.
Kulangkahkan kaki menuju kerumunan.
Tentu saja, aku masih tidak bisa menikmati obrolan.
Dunia kami seakan jauh berbeda.
Tapi, sebisa mungkin, kuingat baik-baik wajah mereka.
Uban dan keriput yang tampak semakin nyata, membuktikan bahwa waktu tidak bisa kembali.
Seketika, segala basa-basi tidak lagi basi.
Basa-basi menjelma amunisi agar kami bisa saling mengasihi.
Kini aku mengerti kenapa kita harus menghargai setiap detik bersama keluarga.
Karena kita tidak pernah tahu, lebaran selanjutnya, apakah kita masih bisa bertemu dengan mereka atau tidak.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama