Balai (1)
Dari jendela kurasakan lalu-lintas angin
Lalu-lalang peristiwa
Lewat halaman, lewat benua-benua
Di beranda ini, pernah anak-anakku bermain
Di antara pohon sawo dan batang mangga
Anak-anakku berkejaran
Mereka menggeliat, mereka melompat-lompat
Seperti anak-anak kucing yang lucu
Di beranda ini, kini cucu-cucuku bermain
Di antara pohon sawo dan batang mangga
Cucu-cucuku berkejaran
Mereka menggeliat, mereka melompat-lompat
Seperti cucu-cucu kucing yang lucu
Di bawah lampu pijar tiga puluh wat
Di atas balai-balai bertikar pandan
Anak-anak dan cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja,
Ada yang berirama gaya Hijazi
Ada yang mengulang-ulang Surah Kahfi
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
"Inna shalati
Wa nusuki ...."
Balai (2)
Saya menarik nafas dalam-dalam
Sudah lama saya berhenti merokok
Kuraih lipatan berita hari ini
Kubuka koran duabelas halaman
Gambar-gambarnya tajam dan bagus komposisinya
Cetakannya rapi dipandang mata
Hampir seperdua iklan-iklannya
Dan yang paling mengkhawatirkan adalah
Berita-beritanya
Orang menggigit anjing
Orang menelan hutan
Bola menendang orang
Anak menggorok ibu
Negeri Islam memerangi negeri Islam
Penindas dihujani tepuk tangan
Pembunuh mendapat penghargaan
Saya melipat koran lalu melihat televisi
Apa gerangan yang diperagakan
Di layar delapan belas inci
Belum panas benar saluran yang cuma satu ini
Cepat-cepat saya matikan lagi
Karena banyak benar tak berkenan di hati
Ada majalah, ada koran
Ada spanduk, ada pita rekaman
Ada buletin, ada selebaran
Ada yang elektronik, ada yang cetakan
Semua mengepung kita sebagai suatu komplotan
Dan merentetkan tembakan
Tepat sasaran
Sehingga kita
Bergelimpangan
Balai (3)
Di atas balai-balai
Dengan alas karpet coklat tua
Cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja
Ada yang mengulang juz 'Amma
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
"Inna shalati
Wa nusuki
Wa mahyaya
Wa mamati ..."
Sejuknya hati saya
Mendengar bunyi ikrar
Cucu-cucuku saya itu
Walaupun tak terlalu merdu
Namun sangatlah padu
Balai (4)
Ada sebuah bangunan tinggi di kota
Kaca seluruhnya dindingnya
Dua puluh empat buah tingkat-tingkatnya
Rapi dan mutakhir arsitekturnya
Di salah satu garis lantainya
Sebuah spanduk terbentang dengan tegang
Merah tua huruf-hurufnya
Menyarankan sebuah gagasan:
Menguangkan Masyarakat
Memasyarakatkan Keuangan
Keuangan Yang Maha Esa
Ada sebuah gang menjulur di Kota
Sepasang got mengapit jalan yang sempit
Dua ratus rumah berjajar berselingkit
Tua dan baru, pohon-pohon sedikit
Siang dan sore udaranya agak sumpek
Baru mulai segar menjelang magrib
Dan di mulut gang beberapa pemuda menyanyi
Sebuah lagu pop dengan lirik begini
Hidup kita
Dan mati kita
Keuangan Yang Maha Esa
Balai (5)
Sehabis jalan-jalan di kota
Saya istirahat di kursi depan
Datanglah seorang penjaja hiasan dinding
Lagak-lagunya agate jauh dari kesopanan
"Bapak," katanya, "dinding rumah bapak ini
Perlu diberi hiasan kata-kata
Yang sesuai dengan jaman kita"
Saya sebenarnya tidak begitu suka
Karena aksen kalimatnya
Terasa mengandung paksaan
Tetapi karena terbiasa dipaksa
Bertahun-tahun lamanya
Saya tetap tersenyum melayaninya
Dan dikeluarkannya dagangannya
Sebuah papan formika, dengan sejumlah aksara:
Keuangan Yang Terpadu
Keuangan Yang Maha Esa
Sore itu kutolak membeli dagangannya
Malam itu rumahku dilempari batu
Balai (6)
Di atas balai-balai
Dengan alas karpet coklat tua
Cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja
Ada yang mengulang juz 'Amma
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
"Inna shalati
Wa nusuki
Wa mahyaya
Wa mamati
Lillahi
Rabbil 'alamin"
Sejuknya hati saya
Mendengar bunyi ikrar
Cucu-cucu saya itu
Walaupun tak begitu merdu
Namun sangatlah padu.
(1984)
Sumber: Horison (Juni, 1984).
Dari jendela kurasakan lalu-lintas angin
Lalu-lalang peristiwa
Lewat halaman, lewat benua-benua
Di beranda ini, pernah anak-anakku bermain
Di antara pohon sawo dan batang mangga
Anak-anakku berkejaran
Mereka menggeliat, mereka melompat-lompat
Seperti anak-anak kucing yang lucu
Di beranda ini, kini cucu-cucuku bermain
Di antara pohon sawo dan batang mangga
Cucu-cucuku berkejaran
Mereka menggeliat, mereka melompat-lompat
Seperti cucu-cucu kucing yang lucu
Di bawah lampu pijar tiga puluh wat
Di atas balai-balai bertikar pandan
Anak-anak dan cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja,
Ada yang berirama gaya Hijazi
Ada yang mengulang-ulang Surah Kahfi
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
"Inna shalati
Wa nusuki ...."
Balai (2)
Saya menarik nafas dalam-dalam
Sudah lama saya berhenti merokok
Kuraih lipatan berita hari ini
Kubuka koran duabelas halaman
Gambar-gambarnya tajam dan bagus komposisinya
Cetakannya rapi dipandang mata
Hampir seperdua iklan-iklannya
Dan yang paling mengkhawatirkan adalah
Berita-beritanya
Orang menggigit anjing
Orang menelan hutan
Bola menendang orang
Anak menggorok ibu
Negeri Islam memerangi negeri Islam
Penindas dihujani tepuk tangan
Pembunuh mendapat penghargaan
Saya melipat koran lalu melihat televisi
Apa gerangan yang diperagakan
Di layar delapan belas inci
Belum panas benar saluran yang cuma satu ini
Cepat-cepat saya matikan lagi
Karena banyak benar tak berkenan di hati
Ada majalah, ada koran
Ada spanduk, ada pita rekaman
Ada buletin, ada selebaran
Ada yang elektronik, ada yang cetakan
Semua mengepung kita sebagai suatu komplotan
Dan merentetkan tembakan
Tepat sasaran
Sehingga kita
Bergelimpangan
Balai (3)
Di atas balai-balai
Dengan alas karpet coklat tua
Cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja
Ada yang mengulang juz 'Amma
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
"Inna shalati
Wa nusuki
Wa mahyaya
Wa mamati ..."
Sejuknya hati saya
Mendengar bunyi ikrar
Cucu-cucuku saya itu
Walaupun tak terlalu merdu
Namun sangatlah padu
Balai (4)
Ada sebuah bangunan tinggi di kota
Kaca seluruhnya dindingnya
Dua puluh empat buah tingkat-tingkatnya
Rapi dan mutakhir arsitekturnya
Di salah satu garis lantainya
Sebuah spanduk terbentang dengan tegang
Merah tua huruf-hurufnya
Menyarankan sebuah gagasan:
Menguangkan Masyarakat
Memasyarakatkan Keuangan
Keuangan Yang Maha Esa
Ada sebuah gang menjulur di Kota
Sepasang got mengapit jalan yang sempit
Dua ratus rumah berjajar berselingkit
Tua dan baru, pohon-pohon sedikit
Siang dan sore udaranya agak sumpek
Baru mulai segar menjelang magrib
Dan di mulut gang beberapa pemuda menyanyi
Sebuah lagu pop dengan lirik begini
Hidup kita
Dan mati kita
Keuangan Yang Maha Esa
Balai (5)
Sehabis jalan-jalan di kota
Saya istirahat di kursi depan
Datanglah seorang penjaja hiasan dinding
Lagak-lagunya agate jauh dari kesopanan
"Bapak," katanya, "dinding rumah bapak ini
Perlu diberi hiasan kata-kata
Yang sesuai dengan jaman kita"
Saya sebenarnya tidak begitu suka
Karena aksen kalimatnya
Terasa mengandung paksaan
Tetapi karena terbiasa dipaksa
Bertahun-tahun lamanya
Saya tetap tersenyum melayaninya
Dan dikeluarkannya dagangannya
Sebuah papan formika, dengan sejumlah aksara:
Keuangan Yang Terpadu
Keuangan Yang Maha Esa
Sore itu kutolak membeli dagangannya
Malam itu rumahku dilempari batu
Balai (6)
Di atas balai-balai
Dengan alas karpet coklat tua
Cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja
Ada yang mengulang juz 'Amma
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
"Inna shalati
Wa nusuki
Wa mahyaya
Wa mamati
Lillahi
Rabbil 'alamin"
Sejuknya hati saya
Mendengar bunyi ikrar
Cucu-cucu saya itu
Walaupun tak begitu merdu
Namun sangatlah padu.
(1984)
Sumber: Horison (Juni, 1984).
