Semalam ketika aku membaringkan diri di tempat tidur tiba-tiba aku berubah menjadi perempuan. Dadaku bersusu dan perutku bercelah.
Aku sudah mengharapkan hal itu, tetapi tidak mengira bahwa itulah saatnya akan terjadi. Aku lantas tahu, bahwa malam itu dia akan tiba.
Betullah, dia menghampiri aku dari balik kelambu, penuh napsu tetapi terkekang perasaannya seperti layaknya penganten baru.
Kami tidak berkata-kata, tetapi sekaligus kami saling mengerti. Kami berbicara lewat tubuh, lewat napas, lewat lambang. Dia ingin mengandungi aku dengan benih ilhamnya.
"Sudah lama kau menanti."
Dia diam saja dan memelukku sampai aku susah bernapas lagi. "Mati aku, mati aku!" keluhku.
Dia mengisyaratkan kepadaku supaya aku tidak usah takut. Tetapi aku tidak bisa menahan ngeriku waktu menyerah. Di puncak nikmat aku hampir tak sadarkan.
Waktu terbangun dari kesima terlepas dari mulutku tembang asmara.
Sumber: Hari dan Hara (1982).
Aku sudah mengharapkan hal itu, tetapi tidak mengira bahwa itulah saatnya akan terjadi. Aku lantas tahu, bahwa malam itu dia akan tiba.
Betullah, dia menghampiri aku dari balik kelambu, penuh napsu tetapi terkekang perasaannya seperti layaknya penganten baru.
Kami tidak berkata-kata, tetapi sekaligus kami saling mengerti. Kami berbicara lewat tubuh, lewat napas, lewat lambang. Dia ingin mengandungi aku dengan benih ilhamnya.
"Sudah lama kau menanti."
Dia diam saja dan memelukku sampai aku susah bernapas lagi. "Mati aku, mati aku!" keluhku.
Dia mengisyaratkan kepadaku supaya aku tidak usah takut. Tetapi aku tidak bisa menahan ngeriku waktu menyerah. Di puncak nikmat aku hampir tak sadarkan.
Waktu terbangun dari kesima terlepas dari mulutku tembang asmara.
Sumber: Hari dan Hara (1982).
