Puisi Memandang Kehidupan Karya Ajip Rosidi

Memandang relung-relung kehidupan
Aku tak tahu pasti
Apakah mungkin menjadi
Seorang tua yang tenang baca koran
Di tengah ribut dunia kebakaran?

Kusaksikan diriku dan kawan-kawan
Sambil makan kacang dan asinan
Memperbincangkan nasib negara
Sengit berdebat
Penuh semangat memberi perintah
Menentukan haluan dunia.

Tidakkah lebih baik kita tenggelamkan
Segala rumus dan perhitungan di warung kopi
Selagi matahari belum tinggi
Atau kupilih saja ketenangan kursi goyang
Saban pagi semangkuk susu dan setangkup roti?

Masih pula merasa kuatir
Akan kepastian hari esok: Bukan tak mungkin
Tuhan tiba-tiba bertitah: Berhenti!
Maka planet-planet bertubrukan, bintang-bintang padam.
Lalu apa yang masih dapat dicapai?

Sedangkan bumi tak lagi pasti.

Yang tinggal hanya angan-angan yang panjang
Dan kelam. Sedang
Angan-angan pun
Membutuhkan suatu landasan.

Kuteliti tanganku: urat-uratnya, tulang-tulangnya ...
Bisa saja lenyap tiba-tiba. Tak satupun kupunya.
Selain doa.

(1968)


Sumber: Horison (Januari, 1969).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Dukungan


Apakah Anda suka dengan karya-karya yang ada di narakata? Jika iya, Anda bisa memberi dukungan untuk narakata agar dapat tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai dengan nominal yang ingin Anda berikan. Sedikit atau banyaknya dukungan yang Anda berikan sangat berarti bagi kami. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama