Puisi Seratus Hari Pembunuhan oleh Gestapu Karya Mochtar Lubis

Kini cahaya malam lembut perak
Dan bisikan angin dari gunung-gunung
Ciuman bintang berkeliaran di cakrawala
Putih perak batu-batu nisan
Dan doa ayah, ibu, anak, istri dan kawan
Tidurlah, tidur, ayah, suami, dan kawan
Senyumlah di pangkuan Tuhan mereka yang mati
Bahagialah arwah sunting melati Illahi
Seratus hari kami kalian tinggalkan
Dengarlah kini derap langkah pemuda
Sorak-sorai perjuangan rakyat
Mahasiswa, prajurit, buruh dan tani,
Kami tak lupa kan darah kalian
Darah merah.
Membasuh takut gelap
Dengar, dengarlah rakyat berteriak,
Menuntut hak dan Keadilan
Janji dan mimpi harapan
menebus darah dan korban
Janji dan mimpi harapan
menebus darah dan korban
Janji kami seratus hari yang lalu,
Dalam darah yang sudah mati
Kini cahaya malam lembut perak
bisikan angin dari gunung-gunung
Ciuman bintang berkelipan di cakrawala
Putih perak batu-batu nisan
Dan ayah, ibu, anak, istri dan kawan, berdoa
Bahagialah arwah di hadirat Illahi
pembunuh-pembunuh di malam gelap

(16 Januari 1966)


Sumber: Catatan Subversif (1980).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama