Puisi Kunyanyikan Lagu Ini Karya Putu Wijaya

Kunyanyikan lagu ini, meskipun tak ada yang peduli, biarpun semua orang sudah tuli.
Aku dengar, bayi-bayi menjerit di malam sunyi, Haus, kelaparan, takut setan minta belaian.
Tetapi orang tuanya entah di mana, Mungkin sudah tak ada,
Atau banting tulang, menangkap uang, bagai anjing mengorek tong sampah di lorong-lorong kumuh,
Atau sedang teler melupakan hidupnya yang terlanjur remuk,
Hingga jerit itu padam, dikanibal nafas ringkih yang kehabisan pulsa.
Aku dengar perang mulut di dalam rumah.
Suara pecah-belah berpelantingan, lalu tamparan, pukulan, berakhir tendangan,
Puncaknya benda tajam, yang membuat hingar-bingar bungkam.
Lalu sepi, tinggal isak tangis anak-anak yang tak paham, kenapa dia dijatuhkan nasib di tengah prahara,
Sementara para elit politik berjudi posisi, Mempertaruhkan nyawa para pengikut setianya, untuk monopoli kursi,
Jangankan mendengar raungan kecoak dari dalam perut bumi,
Suara batinnya pun ia tak dengar lagi.
Mereka terlalu sibuk dengan ambisi menulis sejarah pribadi,
Sambil memakai jubah Sang Pencipta, Mereka bunuh segala apa yang berbeda,
Musnahkan bianglala dunia, Ciptakan mahakarya tunggalnya,
Aku nyanyikan lagu ini, untuk mengingatkan mereka yang belum disekap ketakutan,
Jangan baru lantang suara setelah tenaga tak ada,
Kunyanyikan lagu ini, agar nanti tak perlu diulang lagi,
Akan kunyanyikan sekeras-kerasnya ke langit, dengan darah sukmaku, sampai aku tak perlu menyanyi lagi,
Karena dia akan terus menyanyi sendiri, Sebagai lagu sejati.
Yang berlalu tak pergi, la selalu tunggu kau teringat lagi,
Yang pergi memang telah berlalu, Tapi itu pun kembali bila kau rindu,
Begitulah sejarah yang kita tulis bersama,
Mengendap ke mana pun wajah tengadah,
Walau jarak dan waktu telah membelah,
Walau rumah dan tubuh terpisah, Kita tetap mengalir ke satu arah,
Ya Allah, karunia persaudaraanMu begitu indah.


Sumber: Muda Bicara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama