Duh, gerimis yang meniris pelipis. Aku tak ingin menangis dan mengiris kupingku tipis-tipis. Anggur-anggur tak lagi manis. Dan gadis-gadis mencopot mawar dari tempiknya tanpa tangis. Telaga telah merah, dan di kedalamannya yang dulu membuat tuhan datang dengan dendang bunga- bunga, ikan-ikan menggeliat seperti rasa gatal yang melompat dari laut keparat. Kecebong-kecebongku masih hijau,
dan entah mengapa ia selalu mengigau, menyebut yang terus terubus dalam tidurku. Hujan telah berwarna ungu. Dan di lembabnya yang meninggikan jamur-jamur waktu, mimpiku memutih seperti doa-doa yang kembali. Langit jadi merih, seperti ada yang merintih. Dan di mendungnya yang lunglai, codot-codot meninggi, seperti keinginan yang terkutuk dari bumi. Seperti suaraku yang kini lerai bersama pelangi yang pucat pergi.
(2008)
dan entah mengapa ia selalu mengigau, menyebut yang terus terubus dalam tidurku. Hujan telah berwarna ungu. Dan di lembabnya yang meninggikan jamur-jamur waktu, mimpiku memutih seperti doa-doa yang kembali. Langit jadi merih, seperti ada yang merintih. Dan di mendungnya yang lunglai, codot-codot meninggi, seperti keinginan yang terkutuk dari bumi. Seperti suaraku yang kini lerai bersama pelangi yang pucat pergi.
(2008)