1
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Kerna mereka telah memisahkan kami:
aku dan Panjiku:
Akan kuurai sanggul rambutku
tergerai
bagai ratap tangis dan dukaku.
Nasib telah menikam diriku dari belakar
Nasib telah memeras mataku.
Dan menjalar kuman-kuman yang gatal
di kedua susuku.
Wahai, mereka telah mengungkai
sebuah dada yang bidang
dari pelukanku!
Panji adalah pelita gemerlap
bersinar dalam puriku.
Kini betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Mengapa mereka rintangi
cinta yang tak'kan terpisahkan?
Mengapa mereka bendungi
derasnya arus air kali?
Wahai, betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Akan kutempuh
ujung pisau pengkhianatan.
Akan kutantang
kuburan kedengkian.
Karena puriku tiada lagi berlampu.
2
Kemari; Kemarilah, Manisku!
Tengadahlah memandang mataku
dan kuciumi seluruh wajahmu.
Diamlah, Candra Kirana, Kekasihku!
Cinta tak bisa dipisahkan
api tak terpadamkan.
Akan kutantang segala rintangan
tanpa lari ke dalam hutan.
Bangkitlah dari ratap tangismu.
Akan kupeluk di tempat lapang.
Kubimbing tanganmu
di bawah langit dan terang.
Cinta yang tidur dalam kesedihan,
ketika bangkit menemu mentari yang gemilang.
Marilah, Candra Kirana!
Kita rampas kemenangan
dan kita tepiskan kematian.
0, betapa kubenci kehancuran
dan kuyakin hari yang gemilang.
Kemarilah, Candra Kirana!
Lelakimu di sini:
pohon pautan tempat berpegang.
Keluarlah dari hutan!
Di sini kita kawin.
Di sini kita berpelukan.
Di bawah mentari.
Di bawah langit siang.
3
Kami tak dapat dipisahkan:
Candra Kirana dan Panji.
Kami cantik, tampan dan remaja.
Mentari adalah hakim percintaan.
Cinta yang berjalan dalam duka cita
tetap menatap ke muka
dan akan menemu perumahan yang aman.
Menepislah pengkhianatan.
Menepislah kematian.
Kami akan gigih biar karatan.
Dan percaya akan kemenangan
biarpun di atas kuburan.
Tak ada maut bagi cinta.
Tak ada kelayuan
bagi bunga kehidupan.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Kerna mereka telah memisahkan kami:
aku dan Panjiku:
Akan kuurai sanggul rambutku
tergerai
bagai ratap tangis dan dukaku.
Nasib telah menikam diriku dari belakar
Nasib telah memeras mataku.
Dan menjalar kuman-kuman yang gatal
di kedua susuku.
Wahai, mereka telah mengungkai
sebuah dada yang bidang
dari pelukanku!
Panji adalah pelita gemerlap
bersinar dalam puriku.
Kini betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Mengapa mereka rintangi
cinta yang tak'kan terpisahkan?
Mengapa mereka bendungi
derasnya arus air kali?
Wahai, betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Akan kutempuh
ujung pisau pengkhianatan.
Akan kutantang
kuburan kedengkian.
Karena puriku tiada lagi berlampu.
2
Kemari; Kemarilah, Manisku!
Tengadahlah memandang mataku
dan kuciumi seluruh wajahmu.
Diamlah, Candra Kirana, Kekasihku!
Cinta tak bisa dipisahkan
api tak terpadamkan.
Akan kutantang segala rintangan
tanpa lari ke dalam hutan.
Bangkitlah dari ratap tangismu.
Akan kupeluk di tempat lapang.
Kubimbing tanganmu
di bawah langit dan terang.
Cinta yang tidur dalam kesedihan,
ketika bangkit menemu mentari yang gemilang.
Marilah, Candra Kirana!
Kita rampas kemenangan
dan kita tepiskan kematian.
0, betapa kubenci kehancuran
dan kuyakin hari yang gemilang.
Kemarilah, Candra Kirana!
Lelakimu di sini:
pohon pautan tempat berpegang.
Keluarlah dari hutan!
Di sini kita kawin.
Di sini kita berpelukan.
Di bawah mentari.
Di bawah langit siang.
3
Kami tak dapat dipisahkan:
Candra Kirana dan Panji.
Kami cantik, tampan dan remaja.
Mentari adalah hakim percintaan.
Cinta yang berjalan dalam duka cita
tetap menatap ke muka
dan akan menemu perumahan yang aman.
Menepislah pengkhianatan.
Menepislah kematian.
Kami akan gigih biar karatan.
Dan percaya akan kemenangan
biarpun di atas kuburan.
Tak ada maut bagi cinta.
Tak ada kelayuan
bagi bunga kehidupan.