Puisi Sebuah Tanya Karya Soe Hok Gie

“Akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”

(Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

“Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”

(Lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. Kau dan aku berbicara.
Tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

“Apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. Kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”

(Haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti.
Seperti kabut pagi itu)

“Manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
(Selasa, 1 April 1969)

Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Dukungan


Apakah Anda suka dengan karya-karya yang ada di narakata? Jika iya, Anda bisa memberi dukungan untuk narakata agar dapat tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai dengan nominal yang ingin Anda berikan. Sedikit atau banyaknya dukungan yang Anda berikan sangat berarti bagi kami. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama