Puisi Perhitungan Habis Tahun Karya Asrul Sani

Semalam aku telah bercinta pula,
Kepada engkau yang datang dengan kereta senja
Dan pulang berkereta pagi,
Serta aku ingat bagaimana aku pulang
Seperti pelancung larut yang puas dahaga.

Malam hujan,
Serta engkau menangis
Dan tanganku kaku, hanya hati masih berdebar
Dan namamu yang berdiam di bibirku.

Mengapa,
Ah, ini ialah suatu rahasia
Dari pelaut lagi mencari pelabuhan-darurat
Sekali ada disambut oleh Suki dan Rani pada teluk terbuka.

Tetapi mengapa
Akan jadi rahasia, sedangkan pendeta-pendeta pun.
Terpaksa berhenti berdoa karena mata yang hidup
Dan gelak melepaskan kita dari
Kertas dan bisa tinta, serta sajak-sajak tua
Yang berlagu kesedihan.

Tidak perlu ini akhir kelampauan kita ramaikan
Seperti kebesaran Darius di atas rata
Dan besok akan mati.
Kita diamkan saja, seperti suatu janji
Antara engkau dan daku.
Nanti jika ada sedih kita berdekapan dada sendiri
Berapa lamalah sejarah kita baru selesai,
Seperti katamu, aku telah bengkok dan dada penuh racun.

Semuanya ini perhitungan lurus akhir-tahun
Bagi engkau yang suka baca syair.
Apa yang akan tiba tentu nanti kita sambut,
Serta kekecilan kita maki dengan persetan
Untuk suatu pertarungan yang luas.
Suruh waktu datang!
Nanti aku datang.

Engkau yang datang dengan kereta senja
Dan pergi dengan kereta pagi.
Ini hanya pengakuan sementara.
Apa yang akan terjadi besok hari
Bahkan rasul pun tiada tahu.
Carilah aku,
Carilah aku,
Aku ada di pelabuhan.
Sekali-sekali kita bertukar,
Dan engkau boleh pulang seperti pelancung larut lepas dahaga.

(Bogor, 1949)


Sumber: Tiga Menguak Takdir (1950).
Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama