Puisi Sepasang Kartu Pos Karya Hasan Aspahani

(: Tulus Widjanarko & TS Pinang)

DI puncak punggung, hanya jerami segunung, pematang
yang ia ikuti berujung pada jurang, bagai telunjuk hilang.

Dusun, tertunjuk pada arah yang salah. “Jangan gegabah,
tinggalkan ladang, bila semua malai bakal rebah, Lelaki. Lihatlah,
jari-jariku berdarah. Semusim ini menyiangi gulma. Agar
kita tak lagi-lagi hanya memanen gundah,” kata Perempuan.
Seperti sumpah. Aku: bocah menempa tanah, di kolong rumah.

“Ibu,” kataku pada Perempuan itu, “Kenapa kau larang aku ikut
berburu dengan Lelaki itu? Aku sudah pandai menebang bambu.
Meruncingkannya jadi anak panah. Aku benci layang-layang itu!”

“Pergilah ke kota!” kata Perempuan itu. Perintah. Atau petuah.

Maka bila kutebak musim panen tiba, kukirim sepasang kartu pos.
Untuk si Lelaki, kulunasi janji: hewan buruan telah kubuat lumpuh.
Untuk si Perempuan, kuulangi doa: luka jarimu, lekaslah sembuh.

Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol traktir di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama