Aku ingin memperkenalkanmu kepada satu makhluk pecicilan yang tidak bisa diam, bernama "hati".
Kebetulan dia milikku dan kebetulan juga dia mengejarmu.
Hatiku memang gila, sekuat apapun aku melarangnya untuk berlari ke arahmu. Dia akan tetap berlari hanya untuk memelukmu.
Tunggu dulu, sebelum kau beranjak pergi karena takut dengan kelakuan hatiku, biar kuteruskan ceritaku.
Hatiku punya sahabat baik, dia adalah makhluk berkacamata tebal yang berdiri di sebelahnya. Namanya "pikiran".
Kebetulan, dia juga milikku.
Mereka berdua bersahabat baik dari hari aku lahir ke bumi ini.
Berbeda dengan hatiku yang pecicilan, pikiranku ini pendiam sekali.
Dia jarang rukun dengan hatiku, malah sering berkelahi.
Alasan mereka berkelahi kali ini, tentu saja karena hatiku ingin berlari ke arahmu.
Dan pikiranku kurang setuju.
Pikiranku percaya, bahwa dengan hatiku berlari ke arahmu, dia akan berujung hancur.
Pikiranku yang sayang pada hatiku tidak ingin sahabatnya itu hancur.
Sebentar, izinkan kami berunding, jangan dulu pergi. Aku mohon.
Telah lama aku menanti sosokmu.
Kau tangguh, aku suka itu.
Kita sama-sama pejuang, kau berjuang mencari jalan pulang, maka aku ingin berjuang menjadi rumahmu.
Karena ternyata, hatiku betul, kaulah orangnya.
Ya, pada akhirnya aku akan membiarkan hatiku mengejarmu.
Dan bercengkrama di sampingmu.
Memelukmu saat kau dekat, merindukanmu saat kau jauh.
Biarlah hatiku berpesta pora, biarlah aku ikut bersenandung gembira.
Sementara pikiranku, aku yakin pikiranku baik-baik saja.
Duduk manis di kepalaku, berharap tak ada hal buruk yang akan menimpa hatiku.
Dan jika sampai hatiku hancur suatu saat nanti, aku tahu, pikiranku selalu dapat diandalkan untuk membantunya kembali sembuh.
Kebetulan dia milikku dan kebetulan juga dia mengejarmu.
Hatiku memang gila, sekuat apapun aku melarangnya untuk berlari ke arahmu. Dia akan tetap berlari hanya untuk memelukmu.
Tunggu dulu, sebelum kau beranjak pergi karena takut dengan kelakuan hatiku, biar kuteruskan ceritaku.
Hatiku punya sahabat baik, dia adalah makhluk berkacamata tebal yang berdiri di sebelahnya. Namanya "pikiran".
Kebetulan, dia juga milikku.
Mereka berdua bersahabat baik dari hari aku lahir ke bumi ini.
Berbeda dengan hatiku yang pecicilan, pikiranku ini pendiam sekali.
Dia jarang rukun dengan hatiku, malah sering berkelahi.
Alasan mereka berkelahi kali ini, tentu saja karena hatiku ingin berlari ke arahmu.
Dan pikiranku kurang setuju.
Pikiranku percaya, bahwa dengan hatiku berlari ke arahmu, dia akan berujung hancur.
Pikiranku yang sayang pada hatiku tidak ingin sahabatnya itu hancur.
Sebentar, izinkan kami berunding, jangan dulu pergi. Aku mohon.
Telah lama aku menanti sosokmu.
Kau tangguh, aku suka itu.
Kita sama-sama pejuang, kau berjuang mencari jalan pulang, maka aku ingin berjuang menjadi rumahmu.
Karena ternyata, hatiku betul, kaulah orangnya.
Ya, pada akhirnya aku akan membiarkan hatiku mengejarmu.
Dan bercengkrama di sampingmu.
Memelukmu saat kau dekat, merindukanmu saat kau jauh.
Biarlah hatiku berpesta pora, biarlah aku ikut bersenandung gembira.
Sementara pikiranku, aku yakin pikiranku baik-baik saja.
Duduk manis di kepalaku, berharap tak ada hal buruk yang akan menimpa hatiku.
Dan jika sampai hatiku hancur suatu saat nanti, aku tahu, pikiranku selalu dapat diandalkan untuk membantunya kembali sembuh.