Puisi Dipukul Mundur Karya Fiersa Besari

Apakah tangis masih menghiasi pelupuk matamu?
Apakah lara masih menaungi keseharianmu?
Aku harap kau belajar lagi berbahagia.
Jangan khawatir mengenai kabarku
aku masih mencoba untuk baik-baik saja.
Memamerkan senyum palsu
untuk badut sepertiku, adalah hal biasa.
Mana berani aku menjatuhkan hati di sebelahmu.
Aku yang hanya bertugas menghibur negeri dongeng ini sudah cukup bersyukur dengan apa yang kita punya.
Meski hanya sejenak, sebelum akhirnya sesosok sempurna dengan kuda putihnya membawamu pergi lagi dan lagi.
Betapa kau riang setiap kali aku menghiburmu dengan hidung tomat dan wajah bercat putihku.
Tawamu lepas, matamu coklat berbinar.
Ah sial, beruntung sekali dirinya bisa sewaktu-waktu menatap mata yang seakan tercipta untuknya itu.
Ketidak tegasan adalah sesuatu yang ada di antara kau dan aku.
Kurang ajarkah jika hatiku berharap lebih setiap kali kau menyandarkan kepala lelahmu di bahuku?
Kau memang mahir menuai harapan di hatiku.
Menaruh harapan padamu seakan menggenggam duri-duri di batang mawar.
Membuatku berdarah, tapi aku tak kunjung pergi.
Menitipkannya di ketiak malam, sebelum rindu itu terlampir pagi hari di depan pintu kamarmu.
Kau tersipu, membalas rinduku dengan senyuman.
Ya, sebatas senyuman.
Aku tidak pernah tahu di mana sebenar-benarnya perasaanmu bermukim.
Menyayangimu adalah soal keikhlasan, bukan keikhlasan untuk terus-terusan diberi harapan semu.
Melainkan keikhlasan untuk menyadari, bahwa memang seharusnya kau berhak untuk bahagia.
Urusan apakah aku yang membuatmu bahagia atau bukan, itu tak jadi soal.
Aku harap hari ini kau baik-baik saja.
Aku harap kau mengerti arti diamku.
Jangan risau, aku sudah dan akan selalu bisa pura-pura tersenyum.
Tugasku menghibur dunia, tidak kurang dan tidak lebih.
Aku hanya sedikit kecewa, kau tidak bisa menjadi seseorang yang membuat seorang badut sepertiku tersenyum sungguhan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama