Cerpen Lunturnya Tinta Cinta Karya Binthy Muya



Kegalauan yang sedang disandang Ine sepulang sekolah tak semarah mendung yang berarak di relung hatinya. Ine tak lagi ceria dan tersenyum seperti hari-hari kemarin, dia begitu periang dan penakluk hari yang tak terduga dan penuh misteri.

Ine sedang dirundung kebencian dan kecemburuan. Saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, saat sang pujaan hati bersama cewek lain yang tak lain adalah kakak kelasnya sendiri. Kawah panas di hatinya semakin ingin meletus! Ia pendam kekesalan, kemarahan, dan kegundahan.

Cakrawala jingga senja, perlahan mulai menelan matahari agar segera tidur di peraduannya. Ia berharap, kegalauannya ini segera enyah dari kalbunya. Namun, semakin cepat ia berlari untuk melupakan dan meninggalkan kemarahannya, semakin dekat pula bayangan pujaan di pelupuk matanya.

Di beranda, Ine tetap seperti kemarin, yang selalu ditemani oleh buku-buku tebal, atau sekadar belajar. Tapi hari ini, Ine seperti malas untuk memandang, apalgi membuka buku-buku itu.

Pikiran Ine berkecamuk tak tentu, benaknya mengenang kembali apa yang dilihatnya tadi pagi di sekolah. Seharusnya, Ipang ada di sisinya, mengisi malam ini dengan celoteh dan banyolannya. Tanpa disadari, lamunan Ine buyar saat ada sosok tampan yang tanpa diketahui kedatangannya menepuk bahunya dan mengejutkannya dari belakang.
“Hai... melamun, ya??!” kontan saja Ine kaget dan sadar bahwa ia telah melayang di dunia halusinasi dan imajinasinya. Tanpa sepatah kata pun. Mulutnya terkatup tak mampu berbicara, hanya diam seribu bahasa. Ine tercengang memandang sosok lelaki tampan yang berdiri di hadapannya sambil membawa sekuntum bunga mawar dan sebungkus kotak kecil, yang entah isinya apa, ia tak peduli.

“Selamat ulang tahun ya, Ine! Moga panjang umur dan abadi cinta kita”, kata Ipang yang tak lain adalah pacar Ine. Ia hanya tersenyum mendengar kata-kata Ipang, tapi dalam hati ia berkata, “Ya semoga abadi, tapi tak untuk saling memiliki.” harus hati seperti tak mampu membendung bening air mata yang membendung di pipi Ine karena kehadiran Ipang. Ine langsung memeluk erat-erat tubuh yang kekar itu.

Waktu terus berlari, sosok tampan itu hilang dalam hembusan nafas. Ine mencoba menenangkan diri dan membuka kotak berpitakan pink. Hatinya berdebar, ia melihat sebuah kertas di balik sebatang coklat yang membuat penasaran. Ia buka kertas itu perlahan, dan membaca dengan penuh keyakinan dan “pede” abis. Tapi tanpa ia sadari, air matanya jatuh dan membasahi kertas yang dibacanya. Ia tak menduga akan berakhir begini.

“Dear Ine,

Sebenarnya aku nggak ingin menjadikan hari ini sebagai hari pupusnya cinta kita. Meski aku berharap cinta kita abadi, tapi itu nggak mungkin karena aku telah memilih kakak kelasmu sebagai bayangan nyata cinta bagiku. Aku merasa aku selalu tak bisa menggapaimu, seakan kau hanya mimpi indah yang menghiasi malamku. Aku nggak ingin memilih cinta yang tidak nyata.

Kau tak seperti dulu, kau hanya putri mimpi di kayangan langit nan biru. Semoga kau selalu berbahagia, hingga hari ini terulang kembali di tahun-tahun mendatang, tanpa diriku.

Aku tak akan melupakan mimpi indah yang kau ciptakan untukku. Thank’s for your love good bye...

Ipang”

__________

Sumber: Majalah SMAN 2 Ngawi "Tifa" Tahun 2006.

Surya Adhi

Seorang yang sedang mencari bekal untuk pulang.

Traktir


Anda suka dengan karya-karya di web Narakata? Jika iya, maka Anda bisa ikut berdonasi untuk membantu pengembangan web Narakata ini agar tetap hidup dan update. Silakan klik tombol di bawah ini sesuai nilai donasi Anda. Terima kasih.

Nih buat jajan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama